Carut Marut Pendidikan di Indonesia

Carut Marut Pendidikan di Indonesia

Terdapat tiga artikel menarik yang ditulis oleh Elizabeth Pisani mengenai kualitas pendidikan di Indonesia. Pisani, seorang jurnalis dari Reuters, telah lama mengangkat berbagai isu tentang Indonesia. Salah satu bukunya, ‘Indonesia Etc’, merupakan karya yang mendapat pujian luas di tingkat internasional.

Kualitas pendidikan suatu kunjungi bangsa memegang peranan penting dalam menentukan masa depannya. Diketahui bahwa penjajah Belanda pernah membiarkan masyarakat Indonesia dalam keadaan kurang berpendidikan, agar lebih mudah untuk dikendalikan. Individu yang tidak terdidik dan terjebak dalam konflik sesama tidak akan memiliki waktu untuk mencari cara meningkatkan taraf hidup atau mencapai kemajuan.

Dalam tulisannya, Pisani menyoroti kinerja siswa Indonesia dalam tes PISA. Tes ini, yang diselenggarakan oleh OECD, mengevaluasi kemampuan anak-anak berusia 15 tahun dalam bidang sains, matematika, dan membaca di berbagai negara. Kegiatan ini diadakan setiap tiga tahun. Pada tes yang berlangsung pada tahun 2012 dan 2015, Indonesia menduduki peringkat sekitar 60-an dari 70 negara dalam ketiga bidang tersebut. Peringkat ini jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN seperti Thailand, Malaysia, Vietnam, dan tentu saja Singapura.

Sebagai ilustrasi, hasil tes tahun 2015 menunjukkan bahwa 55% anak-anak Indonesia memiliki kemampuan membaca yang sangat rendah. Meskipun semua pertanyaan dalam tes PISA sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, kemampuan pemahaman bacaan mereka tetap minim. Mereka mungkin bisa membaca, tetapi tidak dapat menentukan ide utama dalam sebuah paragraf, memahami hubungan antar kalimat, atau menemukan informasi yang tepat dalam teks.

Hasil tes yang menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia jauh tertinggal dibandingkan negara-negara tetangga di ASEAN ini mencerminkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia masih pada tingkat yang rendah. Hal ini juga menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia kekurangan keterampilan dasar yang akan diperlukan di dunia kerja di masa mendatang, seperti kemampuan berpikir kritis dan pemecahan masalah. Kondisi ini tentu menjadi tidak menguntungkan bagi Indonesia, terutama dalam era MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN), di mana tenaga kerja memiliki kebebasan untuk bekerja di lintas negara.

Sungguh ironis, ketika banyak orangtua mengeluhkan beban studi yang sangat berat bagi anak-anak mereka di sekolah. Mereka merasa tugas yang diberikan terlalu banyak dan sulit. Bahkan soal-soal ujian untuk tingkat SD terkadang dianggap terlalu ‘ajaib’ saking sulitnya. Anak-anak di tingkat SD pun sudah mengikuti les untuk berbagai mata pelajaran.

Namun, mengapa hasil tes anak-anak Indonesia masih jauh di bawah negara-negara tetangga di ASEAN? Mereka tampaknya tidak hanya tidak berprestasi, tetapi juga kurang memiliki etika yang dapat dibanggakan. Lalu, apa sebenarnya makna dari semua beban studi yang berat itu?

Pisani mencoba menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Berikut beberapa analisisnya:

1. Anggaran pendidikan di Indonesia sebenarnya cukup tinggi dalam anggaran APBN. Orangtua juga mengeluarkan biaya besar untuk pendidikan. Namun, dana tersebut sering kali tidak mencapai tujuan yang diharapkan, mengakibatkan kualitas pendidikan tetap biasa saja. Bahkan, universitas-universitas terbaik di Indonesia tidak mampu menembus posisi 100 besar Universitas Terbaik Asia.

2. Kualitas guru di Indonesia masih sangat rendah. Salah satu penyebabnya adalah banyak orang yang tidak memiliki minat dalam mengajar, dan memilih profesi guru hanya untuk mendapatkan status sebagai PNS atau mencari pekerjaan. Pada masa Soeharto, guru berperan sebagai birokrat dan bukan sebagai pendidik, dan budaya tersebut masih terbawa hingga kini.

3. Selain kualitas yang rendah, banyak guru dan kepala sekolah yang sering absen, khususnya di daerah terpencil. Beberapa bahkan tidak muncul di sekolah selama berbulan-bulan, meskipun gaji tetap dibayarkan. Hal ini mengakibatkan siswa terabaikan. bahkan ketika guru hadir, mereka cenderung memberikan tugas pengerjaan LKS karena malas untuk mengajar.

Цена: р.

Заказать