Mengapa fenomena kotak kosong muncul dalam konteks pemilihan?
Mengapa fenomena kotak kosong muncul dalam konteks pemilihan?
Menurut Khoirunnisa, fenomena calon tunggal ini biasanya terjadi ketika mayoritas partai politik di suatu daerah pemilihan sepakat untuk berkoalisi dan hanya mengusung satu pasangan calon.
«Hal ini menyebabkan tersisanya satu atau dua partai yang, meskipun bergabung, tetap tidak dapat mengajukan pasangan calon karena tidak memenuhi ambang batas yang ditetapkan, dan tidak terdapat calon perseorangan yang bisa diusung,» jelas Khoirunnisa dengan rinci.
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dengan nomor 60/PUU-XXII/2024 telah menciptakan peluang bagi partai-partai politik untuk lebih bebas dalam mengusung calon mereka sendiri tanpa perlu berkoalisi. Putusan ini menurunkan ambang batas pencalonan kepala daerah, di tengah tren pembentukan koalisi besar di berbagai daerah pemilihan.
Akan tetapi, Khoirunnisa merasa prihatin karena putusan tersebut tampaknya “tidak dimanfaatkan” oleh banyak partai politik. “Seharusnya partai-partai memiliki lebih banyak kesempatan untuk berdaya, tetapi kenyataannya, jumlah kotak klik disini kosong justru meningkat. Ini mungkin disebabkan oleh ketidakmampuan partai untuk mengusung kader mereka di pilkada tanpa dukungan koalisi yang besar,” imbuh Khoirunnisa.
Meskipun demikian, Perludem berkeyakinan bahwa fenomena kotak kosong ini “akan menjadi lebih parah lagi” jika tidak ada putusan MK yang mengizinkannya. Di sisi lain, Ali Sahab dari Universitas Airlangga (Unair) menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mendorong munculnya fenomena ini. Ada kemungkinan bahwa calon yang diusung dianggap sebagai “yang terbaik,” namun dalam situasi tertentu, ini bisa juga mencerminkan praktik «kartel politik.»
“Dengan kata lain, terdapat tawaran yang lebih menggoda dibandingkan dengan upaya keras yang perlu dilakukan, termasuk pengeluaran dana yang signifikan, di tengah situasi yang sepertinya sudah diketahui siapa yang akan menang,” ungkap Ali. “Menghadapi pemilihan ini memerlukan biaya yang sangat tinggi. Sehingga, rasanya seperti percuma untuk maju dalam kontestasi ketika pemenang sepertinya sudah pasti.”
Kedua, Ali dan Khoirunnisa sepakat bahwa tren koalisi besar ini sangat dipengaruhi oleh adanya pemilihan presiden dan pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan pada tahun yang sama. Peta politik di level nasional yang kini didominasi oleh Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus tampaknya memberikan dampak sampai ke daerah-daerah sebagai upaya untuk memperoleh kemenangan politik yang serupa.
“Ketika koalisi di tingkat nasional menjalar ke daerah, beberapa partai lain mungkin merasa enggan untuk mencalonkan diri. Terutama bagi partai-partai yang tunduk kepada KIM Plus, mereka cenderung hanya mengikuti arus,” jelas Ali.
Apa dampak dari fenomena kotak kosong ini bagi pemilih? Khoirunnisa menjelaskan bahwa fenomena ini membawa pemilih pada situasi yang kurang ideal. “Dalam konteks demokrasi, seharusnya kompetisi berlangsung secara setara. Jika melawan kotak kosong hanya ada satu pasangan calon, masyarakat tidak memiliki kesempatan untuk membandingkan ide atau gagasan dari beberapa calon yang ada,” tuturnya.
“Ada anggapan bahwa pasangan calon ini adalah satu-satunya pilihan yang tersedia. Hal ini tidak menciptakan ruang untuk perdebatan, dan tentunya tidak sehat untuk iklim demokrasi,” lanjut Khoirunnisa. Namun, dia menekankan bahwa memilih kotak kosong tetap merupakan hak bagi pemilih yang merasa tidak cocok dengan pasangan calon yang dihadapkan kepada mereka.
Akan tetapi, seharusnya ruang demokrasi yang sehat memungkinkan adanya lebih banyak pasangan calon yang dapat bersaing dalam ide-ide dan program-program yang mereka tawarkan.
Цена: р.
Заказать